Feb 27, 2015

Review: The Theory of Everything

Another movie review from me. And maybe I will do much more reviews these days because I finally have place to do it properly now. 

Cast: Edde Redmayne, Felicity Jones, Charlie Cox, Harry Lloyd, David Thewlis
Rating: 8 of 10
Year: 2014

Film yang jadi salah satu nominasi Oscar ini benar-benar mindblowing. Sebuah cerita biografi yang dikemas dengan apik dan dimainkan dengan sangat mengesankan. Semua aktingnya matang bahkan sampai ke supporting actors/actresses nya.

Bercerita tentang kehidupan seorang fisikawan jenius, Stephen Hawking. Stephen yang saat itu tengah melanjutkan studinya untuk gelar Ph.D bertemu dengan seorang wanita yang sebenarnya bertolak belakang dengan dirinya yang istilahnya ‘cupu’, Jane Wilde. Bertatapan di sebuah pesta, keduanya pun berkenalan dan nampak sekali, Stephen tertarik dengan Jane sejak awal (dan tampaknya Jane pun demikian, karena dia memberikan nomor teleponnya). Hubungan yang aneh di mata teman Jane, karena Jane memiliki lingkungan pergaulan yang jelas berbeda dengan Stephen. Namun, Stephen yang tidak mudah putus asa akhirnya mendapatkan Jane dengan caranya yang menurut saya unik dan aneh. But the weirdest the way is the best, I guess

Ketika semuanya terasa sangat sempurna, Stephen harus mengalami sebuah kejadian yang membuat dirinya ‘jatuh’. Didiagnosis mengidap penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) dan divonis hanya bisa hidup paling tidak 2 tahun lagi, Stephen mengurung diri di kamarnya. Menjauh dari semua orang, terutama Jane. Namun Jane, yang saat itu ‘trully, madly, deeply in love’ dengan Stephen, tak menyerah, bahkan ketika ia mengetahui penyakitnya. Tetap gagah dan tegar, ia pun menyatakan keinginannya untuk menikahi Stephen.

Cerita yang sangat menggugah menurut saya karena kita semua akan dibawa ke dalam suasana yang sedih namun dibalut dengan suasana yang romantis. Keadaan Stephen sebagai penderita ALS, yang tetap tidak membuatnya berhenti untuk meneliti dan terus belajar. Rasa lelah dan jenuh Jane menghadapi kehidupannya bersama Stephen, meski ia tidak mengutarakannya dengan gamblang, sungguh sangat menarik untuk disimak.

Seakan tertarik ke dalam cerita, saya hampir tidak pernah menyentuh ponsel saya. Namun, film ini pun seperti film-film yang lain, memiliki kekurangan. Alurnya terlalu datar, beberapa kali mudah ditebak. Meski begitu, kekurangannya termaafkan dengan akting Eddie Redmayne yang sangat luar biasa (saya rasa kemenangannya dalam ajang Oscar sungguh pantas melihat aktingnya di film ini). Jujur, saya dan teman saya yang menonton sungguh tidak bisa berkata-kata. Selain itu, meski bercerita tentang seorang fisikawan jenius, cerita ini jauh dari kata berat atau njelimet. Mungkin, ini juga menjadi salah satu hal yang membuat kekurangan film tadi termaafkan.

Saya rasa, meski gagal menyabet piala Oscar untuk kategori Best Pictures, film ini sudah sangatlah keren dan sayang untuk dilewatkan. Bagi yang belum sempat menonton, bisa jadikan film ini sebagai salah satu film untuk ditonton di saat senggang.

Selamat menonton teman-teman.

Salam dari si penggila film
-nifa

No comments: