Feb 27, 2017

Chapter 5: Ide Fiki

SBT adalah kepanjangan dari Story Blog Tour, yang merupakan salah satu program komunitas menulis One Week One Paper. Dengan adanya SBT ini, anggota belajar untuk menyelesaikan satu cerita bersama-sama. Tema SBT kali ini adalah FRIENDSHIP!

Settingnya anak SMA. Yaaa you know lah gimana serunya masa-masa itu… hohoho. Oh iya, cerita di bawah ini fiksi, yaaa! Kalau ada kesamaan nama tokoh, nama sekolah dkk, itu semua gak di sengaja kok, hehe.

Semoga cerita SBT kali ini tetap bisa dinikmati seperti SBT-SBT sebelumnya. Semalat membacaaaa :) Komen yah. Kritik dan sarannya ditungguuu
Btw, ini cerita sebelumnya. Kalau kamu mau nyambung baca ceritanya, nikmati sesuai urutan:
2. Depi: Pertemuan
3. Naimas: Perbincangan Di Kafe 

Cerita sebelumnya....

Di rumah Hadyan…

Kesal mendengar hasil rekaman yang Wanda kirim, Hadyan meraih mainan bola basketnya lalu melempar ke ring yang terpasang di dinding kamarnya. Tuk! Masuk dengan sempurna.

“Sial si Anton!” Ucap Hadyan berang.

“Tenang dulu, Sob,” Fiki mencoba menenangkan.

“Berarti memang ada sesuatu yang patut kita gali lebh dalam. Sasaran selanjutnya Dimas. Tapi agak kesulitan buat deketin dia.” Darma coba menganalisa.

“Gue ada ide!” Ucap Bayu tiba-tiba sambil menjentikkan jarinya ke dagu. “Gue pernah denger Dimas pernah ditegur sama wali kelasnya gegara nilai-nilainya pada turun. Gue rasa, gue bisa deketin dia dengan menawarkan bantuan.”

***
Chapter 5: Ide Fiki


“Maksudnya, lo mau bantuin dia belajar gitu, Bay?” tanya Fiki. Bayu mengangguk dengan senyum bangga tersungging di bibirnya. Ia merasa bahwa idenya sangat cemerlang.

“Kayak dia mau percaya aja sama lo, Bay. Masa orang yang dari dulu nggak pernah sapa-sapaan tau-tau nawarin bantuan? Kalo gue jadi Dimas, gue pasti curiga sama lo,” jelas Wanda. Darma dan Hadyan yang mendengar penjelasan Wanda hanya bisa mengangguk setuju.

“Bener juga sih,” gumam Bayu mendadak meragukan idenya sendiri.

“Gimana ya enaknya? Si Dimas sekelas sama siapa sih?” Fiki memandangi teman-temannya bergantian. Satu persatu menggeleng. “Seriusan nggak ada ya?”

Seketika semuanya terdiam. Saling mencari ide, bagaimana caranya menggali informasi dari Dimas. Tidak satu pun dari mereka yang pernah sekelas dengan Dimas. Pun menjadi temannya. Dimas memang Ketua OSIS, tapi ia bukanlah sosok ketua yang bijak di mata para anggota OSIS. Dirinya cenderung egois, bossy dan agak sombong. Sebenarnya semua orang maklum karena ayahnya salah satu penyandang dana yayasan. Tapi, hal itu kan bukan sebuah pembenaran sikapnya yang tengil. Apalagi ia ini ketua OSIS.

“Susah juga ya kalo kayak gini,” ujar Hadyan memecah keheningan.

“Ya iya sih. Dipikir-pikir emang jadi susah. Habis dia juga kan sebenarnya hampir nggak punya teman. Pengikut sih ada. Tapi teman? Gue nggak yakin,” timpal Bayu.

Tiba-tiba Wanda menjentikkan tangannya. “Ah! Kok gue bisa lupa sih. Kemarin, gue sempet lihat Dimas jalan ke gang kecil gitu. Pas pulang dari kafe.”

“Kok lo baru bilang sih?” tanya Fiki gemas.

“Ih, lupa gue. Lagian pas gue ikutin, gue kehilangan jejak. Jadi ya gue nggak tahu juga si Dimas akhirnya ke mana,” jawab Wanda.

Melihat keadaan yang agak panas dan terkesan memojokkan Wanda, Darma pun akhirnya angkat bicara.

“Guys, udah, jangan mojokkin Wanda gitu. Yang penting sekarang kita tahu Dimas memang menyembunyikan sesuatu. Terlebih masalah Anton yang diminta Dimas untuk tidak membantu Hadyan untuk mencari dana tambahan.” Semuanya mengangguk mengiyakan.

“Guys, gimana kalo besok, kita buntutin Dimas aja?” usul Fiki.

“Ide bagus. Tapi, kira-kira siapa yang bisa?” tanya Wanda. “Jangan gue plis. Gue nggak bisa diem kalo gugup. Kalo nanti gue malah jadi menggagalkan rencana gimana?”

Lagi-lagi keheningan menyelimuti. Semuanya tahu bahwa masing-masing memiliki keengganan sendiri untuk membuntuti Dimas. Tapi mereka juga tahu kalau tidak ada yang mau melakukan hal itu, masalah ini takkan pernah selesai. Boro-boro selesai, menemukan titik terang saja belum tentu bisa.

Darma terlihat sekali berpikir keras. Biar bagaimana, ide untuk menyelidiki hal ini berawal darinya. Bukannya ia tidak mau melakukan usul Fiki. Tetapi kebetulan sekali, besok ia tidak bisa mangkir lagi dari kegiatan bimbelnya. Jatah bolosnya sudah terpakai semua. Jika saja ia masih ada jatah bolos satu kali saja, ia pasti akan menjadi orang yang mengajukan diri tanpa perlu diminta untuk membuntuti Dimas. Karena sungguh, dirinya penasaran sekali.

“Gue aja.”

Semua kepala menoleh ke asal suara. Suara itu bukanlah suara yang asing, namun suara itu bukan suara dari mereka berlima. Kelima pasang mata itu menatap ke arah pintu kamar Hadyan yang memang terbuka. Di sana, berdiri seseorang yang tidak mereka sangka-sangka. Jangankan membantu, mereka bahkan awalnya yakin orang ini terlibat dengan kasus dana sekolah. Tapi, untuk apa dia ke sini? Dan, mengapa ia ingin membantu?

***

BERSAMBUNG! Kira-kira siapakah orang yang tiba-tiba ingin membantu Darma dan kawan-kawan untuk membuntuti Dimas dan menggali informasi mengenai hilangnya dana sekolah?