Showing posts with label Review. Show all posts
Showing posts with label Review. Show all posts

Mar 3, 2015

Review: The Imitation Game

Cast: Benedict Cumberbatch, Keira Knightley, Matthew Goode, Mark Strong
Rating: 9 of 10
Year: 2014

Another Oscar nomination movie. Sebenarnya film ini yang lebih dulu saya tonton daripada The Theory of Everything dan Still Alice. Tapi, saya benar-benarmelakukan ‘save the best for the last’ karena bagi saya pribadi, film ini nomor satu. Hehehhehe.

Film yang bercerita tentang seorang matematikawan bernama Alan Turing yang hidup pada masa Perang Dunia II. Ia melamar sebagai pemecah kode di Bletchey Park dan harus bekerja bersama tim dengan para encrypter lainnya untuk memecahkan kode dari Enigma agar Inggris bisa memenangkan Perang melawan Jerman. 

Sekilas memang tampak berat ya isi ceritanya. Awalnya pun saya tidak berpikir untuk menonton film ini. Namun adik saya yang kebetulan sedang ada di Jakarta saat itu mengajak saya dan ibu saya untuk menonton film ini. Hasilnya? Saya puas banget. Kenapa? Karena meskipun film ini perlu konsentrasi yang baik untuk bisa dimengerti, ceritanya bagus banget.

Benedict yang berperan sebagai Alan Turing yang jenius tapi antik, memerankan perannya dengan sangat baik. Bukan hanya membuat kita gemas, tapi juga tertawa karena tingkah laku Alan yang kikuk, kaku, dingin namun tulus dan jujur benar-benar menggelitik. Ceritanya sendiri menarik karena kita diajak untuk mengikuti pengalaman-pengalaman Alan selama membuat mesin pemecah kode enigma bernama ‘Christopher’. Dari tatapan sinis rekan setimnya, keraguan dari atasannya, kemudian keadaannya yang menyukai sesama jenis yang pada saat itu merupakan hal yang telarang dan interaksinya dengan seorang wanita cerdas dan menarik (yang diperankan oleh Keira Knightley) merupakan hal-hal yang menarik untuk ditonton.

Selain itu, alur cerita yang maju dan mundur juga menarik. Tidak membosankan dan juga tidak membingungkan. At least, bagi saya pribadi. Meski alurnya demikian, kita tidak akan bingung karena diberikan keterangan tahun pada setiap kejadiannya.

Seperti yang sudah saya tulis, meski tema ceritanya tampak ‘berat’ namun filmnya sendiri tidaklah begitu. Kita akan bisa tetap tertawa di berbagai bagian dan terhibur. Tapi, dibutuhkan konsentrasi penuh saat menonton film ini. Karena jika konsentrasi kamu lewat sedikit aja, kamu bisa tidak mengerti bagian-bagian berikutnya (paling tidak ini adalah testimoni teman yang mengakui lengah saat menonton film ini).
Dengan film ini kamu akan merasakan amaze, excited, happy, funny, bahkan sedih ketika Alan harus bersangkutan dengan kasus hukum. This is really a recommended movie, terutama bagi kalian yang suka film-film yang berbasis cerita nyata tokoh-tokoh dunia.

Salam dari si penggila film,
-nifa

p.s: Benedict kece parah di sini...... hahahha walau ya... tonton dulu aja deh. ;p

Review: Still Alice

Haiii...... balik lagi mau review film. Sebenernya sih udah lama ya nontonnya, tapi baru bisa post sekarang review-nya. So here it is....



Cast: Julianne Moore, Alec Baldwin, Kristen Stewart, Kate Bosworth, Hunter Parrish
Rating: 9 of 10
Year: 2014

One word. MINDBLOWING.
Saya benar-benar terpukau setelah selesai menonton film ini. Mungkin terpukau saja adalah understatement, tapi sungguh, kalau kalian bisa menemukan kata yang lebih baik, boleh beritahu saya ya. 

Ceritanya tentang seorang wanita bernama Alice, cerdas, sangat berwawasan luas dan memiliki keluarga yang sempurna. Ia juga seorang dosen di Universitas Colombia. What a life! Tapi, semuanya kemudian goyah ketika ia didiagnosis terkena penyakit Alzheimer yang pelan-pelan membuatnya kehilangan memori-memori berharganya.

Film ini, tidak seperti film-film yang mengangkat penyakit dalam ceritanya, tidak membuat saya menangis. Bukan, bukan karena filmnya tidak menggugah, namun dibawakan dengan cara yang dapat membuat orang yang menonton merasa empati, bukannya iba. Saya merasa akting Julianne Moore sangatlah luar biasa dalam film ini. Sehingga saya rasa, piala Oscar memang sangatlah pantas untuk ia bawa pulang. 

Cara Julianne Moore memerankan Alice sungguh... sulit untuk dijabarkan dalam sebuah review ala-ala seperti ini. Bagi saya, perasaan Alice yang merasa depresi, terluka dan takut dapat saya rasakan selama menonton film ini. Semuanya terasa sangat real, sangat nyata. Seakan-akan, saya sedang mendengar cerita dari teman saya, bukannya sedang menonton film. Rasanya melupakan hal-hal yang kita sayangi, tentunya sakit. Berawal dari resep masakan, kemudian nama, lalu melupakan jati dirinya. Sungguh, film ini merupakan film yang wajib ditonton.

Selain Julianne Moore, akting-akting para supporting casts pun sangat hebat. Bahkan menurut saya, akting Kristen Stewart di sini merupakan akting terbaiknya (no offend to Kristen’s fans). Perasaan para anggota keluarga yang menyaksikan hilangnya ingatan sang istri/ibu dalam waktu ke waktu, dapat sangat kita rasakan. Secara tidak sadar, kita seperti tersedot ke dalam kehidupan Alice dan keluarganya, menyaksikan Alice perlahan ‘hilang’ namun tetap di sana.

Pokoknya, daripada saya muter-muter, saya benar-benar rekomendasikan film ini untuk ditonton. Bukan hanya karena film ini adalah film nominasi Oscar, tapi ceritanya juga dijamin bisa membuat kalian masuk ke dalamnya dan enggan untuk keluar ketika filmnya usai.

Salam dari si penggila film,
-nifa

p.s.: katanya, yang bikin cerita ini (atau sutradaranya ya saya lupa) didiagnosis ALS lho.... cmiiw ya... :)

Feb 27, 2015

Review: The Theory of Everything

Another movie review from me. And maybe I will do much more reviews these days because I finally have place to do it properly now. 

Cast: Edde Redmayne, Felicity Jones, Charlie Cox, Harry Lloyd, David Thewlis
Rating: 8 of 10
Year: 2014

Film yang jadi salah satu nominasi Oscar ini benar-benar mindblowing. Sebuah cerita biografi yang dikemas dengan apik dan dimainkan dengan sangat mengesankan. Semua aktingnya matang bahkan sampai ke supporting actors/actresses nya.

Bercerita tentang kehidupan seorang fisikawan jenius, Stephen Hawking. Stephen yang saat itu tengah melanjutkan studinya untuk gelar Ph.D bertemu dengan seorang wanita yang sebenarnya bertolak belakang dengan dirinya yang istilahnya ‘cupu’, Jane Wilde. Bertatapan di sebuah pesta, keduanya pun berkenalan dan nampak sekali, Stephen tertarik dengan Jane sejak awal (dan tampaknya Jane pun demikian, karena dia memberikan nomor teleponnya). Hubungan yang aneh di mata teman Jane, karena Jane memiliki lingkungan pergaulan yang jelas berbeda dengan Stephen. Namun, Stephen yang tidak mudah putus asa akhirnya mendapatkan Jane dengan caranya yang menurut saya unik dan aneh. But the weirdest the way is the best, I guess

Ketika semuanya terasa sangat sempurna, Stephen harus mengalami sebuah kejadian yang membuat dirinya ‘jatuh’. Didiagnosis mengidap penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) dan divonis hanya bisa hidup paling tidak 2 tahun lagi, Stephen mengurung diri di kamarnya. Menjauh dari semua orang, terutama Jane. Namun Jane, yang saat itu ‘trully, madly, deeply in love’ dengan Stephen, tak menyerah, bahkan ketika ia mengetahui penyakitnya. Tetap gagah dan tegar, ia pun menyatakan keinginannya untuk menikahi Stephen.

Cerita yang sangat menggugah menurut saya karena kita semua akan dibawa ke dalam suasana yang sedih namun dibalut dengan suasana yang romantis. Keadaan Stephen sebagai penderita ALS, yang tetap tidak membuatnya berhenti untuk meneliti dan terus belajar. Rasa lelah dan jenuh Jane menghadapi kehidupannya bersama Stephen, meski ia tidak mengutarakannya dengan gamblang, sungguh sangat menarik untuk disimak.

Seakan tertarik ke dalam cerita, saya hampir tidak pernah menyentuh ponsel saya. Namun, film ini pun seperti film-film yang lain, memiliki kekurangan. Alurnya terlalu datar, beberapa kali mudah ditebak. Meski begitu, kekurangannya termaafkan dengan akting Eddie Redmayne yang sangat luar biasa (saya rasa kemenangannya dalam ajang Oscar sungguh pantas melihat aktingnya di film ini). Jujur, saya dan teman saya yang menonton sungguh tidak bisa berkata-kata. Selain itu, meski bercerita tentang seorang fisikawan jenius, cerita ini jauh dari kata berat atau njelimet. Mungkin, ini juga menjadi salah satu hal yang membuat kekurangan film tadi termaafkan.

Saya rasa, meski gagal menyabet piala Oscar untuk kategori Best Pictures, film ini sudah sangatlah keren dan sayang untuk dilewatkan. Bagi yang belum sempat menonton, bisa jadikan film ini sebagai salah satu film untuk ditonton di saat senggang.

Selamat menonton teman-teman.

Salam dari si penggila film
-nifa

Feb 26, 2015

Review: Merry Riana, Mimpi Sejuta Dollar



Haaaai....

Sebenarnya tulisan ini sudah dibuat dari tanggal 9 Januari 2015 lalu. Tapi, karena saat itu belum ada tempat untuk posting tulisan ini secara proper, jadilah baru dipost sekarang. Inilah review apa adanya dari gue yang juga penonton apa adanya.


Judul Film: Merry Riana, Mimpi Sejuta Dollar
Nilai: 7/10
Pemain: Chelsea Islan, Dion Wiyoko, Kimberly Ryder, Ferry Salim, Cynthia Lamusu


So, kira-kira tanggal 8 Januari kemarin, gue nonton Merry Riana sendirian. Out of curiousity dan nggak ada temen makanya akhirnya jalan sendiri deh ke bioskop (iya iya menyedihkan). Sebenarnya yang menggerakkan gue buat nonton ini bukan Chelsea Islan tapi Dion Wiyoko (hey, I’m normal so yeah). He looks so fine in trailer. Hahaha.. Okay, stop with basa-basinya.

Pertama-tama, gue blank banget ya sama ceritanya ini. Karena gue nggak baca bukunya juga dan beneran nggak tau siapa si Merry Riana ini (sebut aja gue katro). Di awal, pas adegan kerusuhan Mei 98, sih oke. Tapi trus mengganggu karena channel tv nya. Okelah karena kalo pake stasiun tv yang pas tahun itu, ntar disangka iklan. Oke, no probs. Tapi kemudian, ada gar*ier. I know, itu sponsor. Tapi, ini ganggu banget karena kita taulah jaman taun 98, merk itu belum ada (nggak tau ya di negara lain sudah atau belum tapi seinget gue, belum ada di sini).

Lanjut ke adegan selanjutnya. Setelah mereka sekeluarga akhirnya berhasil kabur setelah dirampok dulu, mereka segera ke Soetta. Ceritanya kan mereka mau ke Singapura ya. Trus, ehem, entah karena ini film dengan dana sederhana atau memang gimana gue nggak tau, nggak ada sama sekali penyesuaian timing dengan mobil yang harusnya ada saat itu. Masa tahun 98 sudah ada APV, Avanza? Hello… logika gue mempertanyakan itu.(karena yang gue tau paling nggak APV tuh baru ada tahun 2000-an)

Lanjut ketika Merry sampai di Singapura. Gue, berhubung gatau di SG harusnya ada apa saat tahun itu, nggak banyak protes. Sampaaaaai….. gue melihat poster iklan hape. Tebak apa. Hape merek S itu. Yang layar sentuh itu. Jaman dulu, jangan layar sentuh, orang punya hape aja kayaknya sulit ya. Masih terus di SG, pas Merry kirim email ke ayahnya, yahoomail-nya tampilan baru, trus temennya udah ada facebook. How come. Seinget gue, facebook itu baru ada tahun 2003-an. Come on lah…. Di sini, gue udah mulai mencari kekurangan terus. Sayang padahal masih di awal pula.

Pada akhirnya, Merry ketemu temennya kan si Irene. Anak Nanyang. Gue nggak mempertanyakan dormnya ya. Karena gue nggak tau. Tapi, kejanggalan berikutnya, hapenya si Irene. Ada yang bisa tebak? Yap. iPhone. How come lagi nih. Dan kalo gue nggak salah mengenali, itu iPhone 5. Sementara yang gw tau, iPhone 5 itu ada tahun 2012-an lah ya kayaknya. Aneh kan.. pada saat ini, gw sebenernya udah mulai males mencari kesalahan karena akan semakin banyak. Jadi gue mencoba untuk mengabaikan detil film dan mulai nikmatin filmnya.

Ceritanya bagus sih sebenernya. Tapi, lagi-lagi, saat gue lagi menikmati (akhirnya memutuskan untuk menikmati ajalah), kejanggalan berikutnya muncul. Hard drive. Gw nggak tau sih bentuk hard drive jaman dulu. Mungkin memang ada, jadi gue kayak yang ya udah mungkin memang ada, stop critisizing. Sampai akhirnya muncul kejanggalan baru. Hapenya Alva. Hahahaha, android. Seketika itu juga gw nyerahlah sama time logic film ini. Mau nggak peduli, terganggu. Mau terus terganggu, gue nggak nikmatin film. Belum lagi bentuk macbook nya Irene itu, yang macbook jaman-jaman sekarang kayaknya. Bukan macbook air, macbook yang biasa kayaknya.

Dan…. Kejanggalan tentang hard drive tadi itu. Di akhir-akhir, si Irene balikin hard drive yang isinya foto-foto keluarga si Merry. Itu bentuk keluaran baru deh. Maksud gue tahun-tahun 2010-ish. Yah, gue nyerah deh….

Seperti yang gue jelasin tadi, overall, kalo mau melupakan detil-detil yang nggak logis tadi, ceritanya bagus (di luar akting Chelsea yang buat gue masih kaku di beberapa bagian, kayak pas nangis dan ketawa, maksa buat gue). Dion Wiyoko, bagus banget sih aktingnya (I'm not bias, he was really good). Maksud gue, gue udah tahu dia nih dari masih jadi presenter berita olahraga. Kimberly juga bagus mainnya. Dan ceritanya, bagus banget sebenernya. Memotivasi sekali. Dan gue sedikit nangis juga pas adegan mamanya Merry nyamper ke Singapura (gue lemah kalo udah ada adegan bawa-bawa orangtua apalagi mama).

So, I gave this movie 7 out of 10. Mau kasih lebih gede gue males karena detilnya, mau kasih lebih kecil, gue suka sama ceritanya. Karena gue bener-bener terganggu sama detil itu semua lho. Kalo soal cerita, gw acung jempol, nice. Bagus. Dan nilai ceritanya pun ada. Worth to watch. Asal jangan terlalu kritis aja, pasti nikmatin banget filmnya sih. 

 Salam sotoy dari si penggila film,
-Nifa

Jun 15, 2009

Movies

Well, since i cant go to movie theatre lately, i try to enjoyed my time to watch few rental vcds or dvds.

And, just curious. Have you watched these movies?

See it completely in my other blog : nPhaa's World. Anyway, that lines clickable.



rgds,

-nph